Assalamu’alaikum wr.wb

Allah Yang Maha Membuka, Allah Juga Yang Maha Memberikan Rizki. Kita
sebutlah Nama-Nya, sesuai dengan Seruan-Nya: Walillaahil asmaa-ul
husnaa,fad’uuhu bihaa, dan bagi Allah Asmaa-ul Husnaa, maka bermohonlah
kepada-Nya dengan menyebut nama-Nya. (baca: Qs. al A’raaf [7]: 180).
Satu hari, ibu saya memanggil saya dan menyerahkan satu tulisan tangannya. “Baca nih. Amalin. Insya Allah hidup akan berubah…”.
Di tangan saya, ada secarik kertas keramat pemberian ibu saya. Ya,
keramat. Sebab yang memberikan ibu saya langsung. Bukan keramat menjadi
jimat. Tapi keramat untuk menunjukkan begitu berharganya secarik kertas
itu.
Ibu saya, Hajjah Humrif’ah Binti Hajjah Rofi’ah Binti KH. Muhammad
Mansur Bin KH. Abdul Hamid, demikian saya tulis nama lengkapnya untuk
menghormati diri beliau, menghadiahkan tulisan ini kepada saya. Tulisan
yang berisi sebuah doa:
Awloohumma yaa Fattaahu yaa Rozzaaqu, wahai Allah Yang Maha Membuka,
wahai Allah Yang Maha Memberikan Rizki. Hawwil haalanaa ilaa ahsanil
haal, ubahlah keadaan kami kepada keadaan yang lebih baik lagi.
Begitu kertas itu berisi.
Dahsyat sekali isi kertas tersebut. Saya yang butuh perubahan, saat itu
dan hingga kapanpun, tentu sangat membutuhkan amalan zikir ini. Apalagi
zikir ini dari ibu sendiri. Subhaanallaah. Saya tentunya dapat dua
keutamaan; Keutamaan pertama adalah menurut perintah dan permintaan ibu.
Keutamaan kedua adalah berkumpulnya keutamaan doa, zikir, dan membaca
Asmaa-ul Husnaa. Apalagi sungguh, saat itu, saat diberikannya “tugas”
itu, saya betul-betul sedang membutuhkan suatu perubahan. Tak sanggup
rasanya mengubah diri sendiri tanpa bantuan Allah. Tak ‘kan pernah
sanggup. Masalah saya melebihi gunung rasanya. Masalah saya lebih dalam
dari lautan rasanya. Dan masalah saya terasa seperti batu karang yang ga
‘kan pernah bisa saya tembus. Jadi, saya sangat bergembira mendapat
amalan ini.
Saya amalkan dengan riang.
Saya tanya ibu saya, berapa kali. Baca aja sebanyak-banyaknya. Dan
karena baca sebanyak-banyaknya ini menjadi tidak jelas, lalu saya
mengarantina diri ini dengan membacanya sekian-sekian. Dan waktunya pun
saya tentukan sendiri. Saban habis shalat.
Jika ditanya dalil nash al Qur’an dan al Haditsnya, secara langsung
tidak ada. Tapi biar saja. Itu kan angka yang saya wajibkan kepada diri
sendiri. Bukan suatu kewajiban yang mengada-ngada. Dosisnya saya
sesuaikan dengan diri saya.
Hingga kemudian mengalirlah amalan ini untuk jamaah yang satu demi
satu datang ke saya. bahkan, ketika berdiri Pesantren Daarul Qur’an,
wirid ini menjadi saya wajibkan untuk dibaca; 111x sehabis shalat, 33x,
atau sekurang-kurangnya 11x. Dipilih mana yang anak-anak santri dan
asaatidz kuat bacanya. Dan bacaan ini pun dijadikan bacaan Riyadhah
wajib buat mereka-mereka yang mengikuti Riyadhah 40 hari.
Alhamdulillah. Seingat saya ketika saya membaca, saya memvisualkan
keyakinan saya akan satu keyakinan bahwa Allah akan benar-benar mengubah
nasib saya.
Saya mengingat, satu hari saya pulang ke rumah. Saya yang banyak
hutangnya, saya yang miring betul pandangan kanan kiri terhadap diri
saya, sering merasa terhina sebab buanyak sekali kasus, pulang. Sampe
depan rumah, saya buka helm yang menutupi wajah dan kepala. Saya buka
juga slayer. Di depan pintu rumah, masih di atas motor, saya mencium
wangi kuah bakso.
“Bang, bakso…”, begitu saya berteriak ke tukang bakso dari atas motor saya.
Tukang bakso ini dagang di depan rumah saya sedari saya kecil. Dan
setahu saya, baik nenek saya, ibu saya, maupun orang-orang tua saya yang
lain, tidak pernah mengutip bayaran atas dipakenya tanah halaman rumah
kami untuk dia dagang. Ga pake nyewa. Yang istilahnya, kalopun saya
minta, masihlah wajar. Eh tiba-tiba dia menengok serius, dan ngomong
begini: “Bayar ga…?”. Serius banget mukanya. Saya ingat betul. Sampe
sekarang, he he he.
Saat itu saya sensitif sekali. Hati saya hancur. Tukang bakso depan
rumah saja ga percaya kalo saya bakalan bayar. Dia mengenal reputasi
saya sebagai “orang yang berhutang” dan ga bakal bayar.
Saya butuh amalan yang disampaikan ibu saya. Saya butuh sekali.
Supaya Allah mengubah hidup saya. Dari berhutang, menjadi tidak
berhutang. Dan saya berharap, ada keridhaan ibu saya ketika saya
mengamalkan wirid yang demikian. Amin.
Alhamdulillah. Maka, kepada saudara-saudara semua yang butuh
perubahan, butuh aliran rizki tak terduga dari Allah. Perubahan apa
saja, dan rizki apa saja, silahkan dawamkan (biasakan) baca wirid ini.
Dan dalam kerangka membiasakan, hendaknya pakailah target bacanya sekian
sekian. Bila ada yang tanya, wuah, koq pake dibaca sekian sekian sih?
Ga ada tuntunannya tuh. Biar saja. Ga usah didengar. Mereka tidak
merasakan yang kita rasakan. Kita perlu latihan, hingga kemudian
pembiasaan wirid ini mendarah daging, dan menyatu dengan darah kita.
Sampe kemudian kita pun berkenan membacanya di luar shalat, bahkan kelak
sampe ke pembacaan zikir secara amaliyah (keyakinan, perbuatan) dan sir
(hati).
Hendaknya juga sesiapa yang berkenan mengamalkan ini, bacalah
sesudahnya membaca wirid yang dianjurkan Rasulullaah saw sehabis shalat.
Semoga Bermanfaat
Sumber :
dnadzifah.blogspot.com/2012/03/pengalaman-tentang-asmaul-husna-ust.html
Comments
Post a Comment